Minggu, 05 Juni 2011

Apa Kabar Jodohku ?

Apa kabar jodohku?
Berat rasanya kelopak mataku untuk tertutup. Bagaimana dengan kamu?
Apa kamu selalu terbangun di sepertiga malam terakhir?  dan apakah mulutmu terus menerus berzikir di malam hari?
Jujur aku rindu kamu, wahai jodohku..
Tapi saat ini belum saatnya untuk kita bertemu, bukannya aku tak mau, atau aku tak rindu. Tapi karena perjalanan kita masih panjang, dan masih banyak kewajiban yang harus kita penuhi setiap waktu.
Kadang kala aku berfikir, apa nanti saat subuh tiba kau akan membangunkanku ? Mengajakku bertafakur dan bersujud kepada-Nya?
Berat hati ini menantikanmu, gelisah pula hati ini memikirkanmu.
Adakah kau selalu menghiasi langkahmu dengan kebaikan-kebaikan?. Apakah nanti saat dzuhur tiba, kau akan meninggalkan kesibukanmu sementara, hanya untuk menghadapNya?
Jodohku, sehatkah kamu?
Kalau aku berada disampingmu saat ini, mungkin aku akan merawatmu dengan penuh kasih sayang.
Jodohku, sabar dan tenanglah..
Aku disini masih bersabar menantimu. Janganlah hatimu bersedih, senyumlah.. karena aku yakin kebahagiaan akan selalu menyertai kita.
Jikalau detik ini hatimu sedang terluka, berwudhu lah.. dan dekatkanlah dirimu kepada-Nya. Tetapi disini aku berharap agar kamu baik-baik saja.
Jodohku, aku rindu..
Bila kita akan bertemu?. Begitu banyak hal yang ingin aku ceritakan kepadamu. Begitu banyak pula harapanku untuk menantikan nasihat–nasihat mu.
Hati ini kosong, dan hati ini tak sabar menanti kehadiranmu yang kan membalut dan menyembuhkan luka dihati ini.


Jodohku..
Adakah kau juga rindu padaku?. Bagaimana dengan Quranmu?. Sudahkah kau baca diantara maghrib dan isya ? Apa yang kau fahami dari surah itu? Ceritakanlah kepadaku.. ingin aku mendengarnya.
Dan begitu juga dengan keluhanmu, aku sedia mendengarnya..
Apa perubahan  yang kau lakukan dari hari ke hari?
Semakin baik kah? Ketahuilah, ku hanya mengharapkan yang terbaik buatmu.
Jodohku..
Disetiap langkahku dan seusai sholatku, ku bisikkan AL-Fatihah untukmu, agar kau selalu berada dijalan-Nya.
Bersabarlah jodohku, waktu-waktu ini bukanlah waktu yang lama dan ingatlah,
janganlah sampai dirimu salah memilih jalan.
Jodohku..
Nantikanlah diriku, dengan berbagai kebaikan yang nantinya akan membawa rahmat untuk kita dari-Nya.
Jagalah dirimu dari hal-hal yang dilarang agama.. karena aku mencintaimu secara tulus dan ikhlas demi-Nya.
Jodohku..
siapkah kau untuk mencintaiku secara tulus dan ridha menerima segala kekuranganku dan menegurku dikala aku salah.
jodohku, berusahalah membahagiakan orang tuamu dengan menjaga sikapmu dan tutur katamu. Aku yakin kau adalah seorang yang sabar.
Ingatlah, jangan pernah kau merasa sendiri.. karena aku disini masih setia menantimu.
Jodohku..
Seandainya siang sudah berlalu.. pejamkanlah matamu dengan buaian doa dariku yang selalu kuhadiahkan untukmu.

Jodohku..
Semoga kerinduanku ini akan terjawab, seiring berjalannya waktu.. dan semoga ALLAH yang maha Esa selalu membimbing kita ke jalan yang di ridhai-Nya. Amin.

Kamis, 02 Juni 2011

Apa Salahnya Menangis ?

Apa salahnya menangis, jika memang dengan menangis itu manusia menjadi sadar. Sadar akan kelemahan-kelemahan dirinya, saat tiada lagi yang sanggup menolongnya dari keterpurukan selain Allah Swt. Kesadaran yang membawa manfaat dunia dan akhirat. Bukankah kondisi hati manusia tiada pernah stabil ? Selalu berbolak balik menuruti keadaan yang dihadapinya. Ketika seseorang menghadapi kebahagiaan maka hatinya akan gembira dan saat dilanda musibah tidak sedikit orang yang putus asa bahkan berpaling dari kebenaran. Sebagian orang menganggap menangis itu adalah hal yang hina, ia merupakan tanda lemahnya seseorang. Bangsa Yahudi selalu mengecam cengeng ketika anaknya menangis dan dikatakan tidak akan mampu melawan musuh-musuhnya. Para orang tua di Jepang akan memarahi anaknya jika mereka menangis karena dianggap tidak tegar menghadapi hidup. Menangis adalah hal yang hanya dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai prinsip hidup. Bagi seorang muslim yang mukmin, menangis merupakan buah kelembutan hati dan pertanda kepekaan jiwanya terhadap berbagai peristiwa yang menimpa dirinya maupun umatnya. Rasulullah Saw meneteskan air matanya ketika ditinggal mati oleh anaknya, Ibrahim. Abu Bakar Ashshiddiq ra digelari oleh anaknya Aisyah ra sebagai Rojulun Bakiy (Orang yang selalu menangis). Beliau senantiasa menangis, dadanya bergolak manakala sholat dibelakang Rasulullah Saw karena mendengar ayat-ayat Allah. Abdullah bin Umar suatu ketika melewati sebuah rumah yang di dalamnya ada seseorang sedang membaca Al Qur’an, ketika sampai pada ayat: “Hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam” (QS. Al Muthaffifin: 6). Pada saat itu juga beliau diam berdiri tegak dan merasakan betapa dirinya seakan-akan sedang menghadap Robbnya, kemudian beliau menangis. Lihatlah betapa Rasulullah Saw dan para sahabatnya benar-benar memahami dan merasakan getaran-getaran keimanan dalam jiwa mereka. Lembutnya hati mengantarkan mereka kepada derajat hamba Allah yang peka.

Bukankah diantara tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan pada hari dimana tiada naungan kecuali naungan Allah adalah orang yang berdoa kepada Robbnya dalam kesendirian kemudian dia meneteskan air mata? Tentunya begitu sulit meneteskan air mata saat berdo’a sendirian jika hati seseorang tidak lembut. Yang biasa dilakukan manusia dalam kesendiriannya justru maksiat. Bahkan tidak sedikit manusia yang bermaksiat saat sendiri di dalam kamarnya. seorang mukmin sejati akan menangis dalam kesendirian dikala berdo’a kepada Tuhannya. Sadar betapa berat tugas hidup yang harus diembannya di dunia ini.

Di zaman ketika manusia lalai dalam gemerlap dunia, seorang mukmin akan senantiasa menjaga diri dan hatinya. Menjaga kelembutan dan kepekaan jiwanya. Dia akan mudah meneteskan air mata demi melihat kehancuran umatnya. Kesedihannya begitu mendalam dan perhatiannya terhadap umat menjadikannya orang yang tanggap terhadap permasalahan umat. Kita tidak akan melihat seorang mukmin bersenang-senang dan bersuka ria ketika tetangganya mengalami kesedihan, ditimpa berbagai ujian, cobaan, dan fitnah. Mukmin yang sesungguhnya akan dengan sigap membantu meringankan segala beban saudaranya. Ketika seorang mukmin tidak mampu menolong dengan tenaga ataupun harta, dia akan berdoa memohon kepada Tuhan semesta alam.
Menangis merupakan sebuah bentuk pengakuan terhadap kebenaran. “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) seraya berkata: “Ya Robb kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad)”. (QS. Al Maidah: 83). Ja’far bin Abdul Mutholib membacakan surat Maryam ayat ke-16 hingga 22 kepada seorang raja Nasrani yang bijak. Demi mendengar ayat-ayat Allah dibacakan, bercucuranlah air mata raja Habsyah itu. Ia mengakui benarnya kisah Maryam dalam ayat tersebut, ia telah mengenal kebenaran itu dan hatinya yang lembut menyebabkan matanya sembab kemudian menangis. Raja yang rindu akan kebenaran benar-benar merasakannya.

Orang yang keras hatinya, akan sulit menangis saat dibacakan ayat-ayat Allah. Bahkan ketika datang teguran dari Allah sekalipun ia justru akan tertawa atau malah berpaling dari kebenaran. Sehebat apapun bentuk penghormatan seorang tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul kepada Rasulullah Saw, sedikit pun tidak berpengaruh pada hatinya. Ia tidak peduli ketika Allah Swt mengecam keadaan mereka di akhirat nanti, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan neraka yang paling bawah. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka”. (QS. An Nisa’: 145)
Barangkali di antara kita yang belum pernah menangis, maka menangislah disaat membaca Al Qur’an, menangislah ketika berdo’a di sepertiga malam terakhir, menangislah karena melihat kondisi umat yang terpuruk, atau tangisilah dirimu karena tidak bisa menangis ketika mendengar ayat-ayat Allah. Semoga hal demikian dapat melembutkan hati dan menjadi penyejuk serta penyubur iman dalam dada. Ingatlah hari ketika manusia banyak menangis dan sedikit tertawa karena dosa-dosa yang diperbuatnya selama di dunia. “Maka mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS At Taubah: 82).